Kalau saja malaikat Atid [--yang dalam kepercayaan saya adalah pencatat keburukan manusia…] dianugerahi Tuhannya suatu emosi untuk mencucurkan air mata, mungkin bumi ini tak perlu khawatir bahwa cadangan airnya surut menghadapi global warming yang saat ini semakin menggila. Karena saya yakin bahwa dia akan iba menangisi dosa manusia yang sudah sebegitu menumpuk dalam catatan tugasnya. Ambil satu misalnya dosa besar untuk selalu berkata tak benar.
Dalam catatan rim, kebohongan saya mungkin sudah tak bisa dibuat satuan lagi. Entah berapa kali saya sudah tak jujur pada orang lain –bahkan pada diri sendiri. Contoh saja, kebohongan terbesar dan sampai sekarang belum pernah saya sesali namun selalu saya ulangi adalah saat seenak jidat mengisi “I have read and agreed to the Terms of Service” ketika sedang melakukan suatu registrasi. –padahal melihat isinya pun saya tidak pernah [berniat]. –grin.
Saya akan tersedak badak untuk mengetahui hitungan jumlah hinaan yang telah saya lontarkan pada seorang kawan yang selalu dengan cerdas diakhiri dengan kata kata keramat untuk bilang, “Saya tadi hanya bercanda..!!” hanya untuk menghindari kepala saya dilempar keranda. Padahal yang saya maksud bercanda dalam mengatai seseorang itu murni benar ingin saya ucapkan sepenuh jiwa. Menyembunyikan sedikit perasaan sayang tak tertahankan namun diujung lidah malah berubah bunyi menjadi, “Saya tidak peduli…!!” cuma karena dimakan harga diri.
Bertukar Peran Korban
Hanya dengan alasan menjaga perasaan kawan, kadang saya selalu membenarkan perkataan yang tersebut sering saya ucapkan. Namun lama lama saya dituntut untuk dipaksa sadar diri ketika omongan itu berganti meluncur dari pihak lawan dan saya bertukar peran sebagai objek kebohongan.
Seorang pujangga pernah berkata dalam sajaknya bahwa, “A true friend is someone who sees the pain in your eyes while everyone else believes the smile on your face”. Kali ini saya tidak ingin cuma jadi seorang guru SD yang dibodohi muridnya dengan percaya bahwa sang murid terlambat datang karena dia baru membantu mengantarkan seorang nenek yang tersesat di jalan untuk kembali kerumahnya. [pengalaman pribadi membohongi pendidik negeri]. Saya sungguh ingin sekali peka sebelum saya mati rasa untuk meyadari bahwa selalu ada sedikit LUKA ketika sahabat saya berkata, “SAYA BAIK BAIK SAJA…!!” setelah melalui perlakuan biadab yang saya perbuat padanya. Tolong maafkan saya.