Sunday, August 16, 2009

MENGOBRAL GOMBAL part. 2


Inilah pertama kali dalam hidup, saya kehilangan seorang sahabat –sangat- dekat dimana tidak kurang seperempat dari 24 jam hidup saya dalam sehari selalu dihabiskan bersama-sama dengannya. Damn. Dua minggu telah berlalu saat dia memejamkan mata untuk selama-lamanya, dan saya masih terpuruk disini mencoba menghalau pikiran bahwa dia masih akan kembali. Saya sangat –sangat- menyesal tidak bisa mematikan khayalan saya betapa senangnya nanti kita akan menyambut puasa tahun ini bersama. Sekedar mencari makan sahur atau menghabiskan waktu sebelum berbuka. Sial.

Kesalahan saya sebenarnya adalah belum –ingin- terlalu ikhlas melepasnya. Otak saya masih bernalar bahwa dia hanya pergi sebentar. Tugas keluar untuk beberapa hari di kota yang tak jauh dari Jakarta ini. Namun dalam hitungan hari nanti pasti akan kembali datang untuk pulang. It’s hurt. Selalu sakit kehilangan orang yang kita cintai dan dengan angkuhnya saya beranikan bertanya pada Sang Pencipta: “Mengapa?”. Tapi saya tahu, sebenarnya untuk mengobati rasa sakit kehilangan ini yang saya butuhkan hanya satu. Mengikhlaskannya benar benar. Total.


Menanyakan Apa yang Saya Sesali

Namanya Bejo Andimursanto. Harusnya namanya terdiri dari 3 kata, Bejo, Andi, dan Mursanto. Namun karena salah ketik pada akte kelahirannya maka namanya berevolusi menjadi yang sekarang. –padahal itu tak memberi pengaruh apapun dengan panggilan yang biasa saya lakukan: Jebo-. Bejo dalam bahasa jawa berarti beruntung, dan sesuai dengan doa yang dititipkan lewat namanya, hidupnya sungguh menyenangkan –setidaknya bagi saya, he’s so lucky, you know…!-. Memiliki banyak hal yang tidak saya miliki. Kemampuan bersosialisasi. Pembawaan diri. Adaptasi. Penghibur yang handal. Dan kemampuan membuat orang lain nyaman. Intinya banyak hal yang bisa saya iri-kan padanya.

Tidak kurang dari 10 jam sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya, percakapan terakhir yang saya lakukan dengannya lewat telepon genggam adalah pertanyaannya yang dilontarkan sebelum perbincangan itu kami akhiri: “…kok hari ini [sabtu, 1 agustus 2009] gak kesini sih? kenapa cobak musti besok? kangen tauk…!” dan saya hanya menanggapi: “..eh blekoq… bukannya gw musti ngejagain kamar lu biar bokap lu bisa ambil baju di kosan kita hari ini… makanya… jangan suka penyakitan lah… ribet tauk… awas aja kalo besok pagi gw kesana elu cuma bisa tergeletak akting jadi kasur dan gak ngajak kami jalan-jalan keliling Bandung”.

Saya jarang mengungkapkan perasaan sayang saya secara frontal. Saling mencela adalah bagian dari cara kami berkomunikasi. Namun yang saya sesalkan adalah mengapa saya tidak memilki sama sekali firasat bahwa itu adalah obrolan saya yang terakhir dengannya. Waktu itu saya terlalu sombong untuk bilang bahwa saya juga tidak sabar menanti besok pagi untuk berangkat ke Bandung dan segera bertemu kembali. Sekarang dia tidak akan pernah tahu bagaimana saya sangat sayang dan merindukannya sangat –sangat-. Miss him so so so bad. A lot… a lot. Damn. It’s hard to be true. Kemana saya pada jam 2 dini hari berikutnya ketika dia berjuang bertahan kemudian menghembuskan nafas panjangnya yang terakhir 2 jam kemudian. Dia telah pulang. Dia telah berpulang terlebih dulu sebelum saya datang.


Menanyakan Siapa yang Saya Tangisi

Saya tidak menangis. Setidaknya saya tidak menangis sangat tragis untuk kehilangan ini. Tangis saya hanya meledak ketika mendengar kabar duka mengenainya untuk 2 telepon dari kawan saya yang lain. Selebihnya saya adalah aktor yang handal yang berusaha –sok- tegar untuk menegarkan hati yang lain. Tangis saya hanya meledak kembali ketika saya benar benar menyentuh jenazahnya. Tubuh bekunya. Jasad yang telah banyak menemani hidup saya selama 5 tahun terakhir ini. Baru kemudian mengharu biru kembali setelah saya pulang kembali ke Jakarta. Membereskan kamarnya sebisa saya sendirian. Merindukan bagaimana dia dulu sering memarahi saya kalau saya mengacak-ngacak seprei kasurnya untuk menumpang tidur di kamarnya. Dan untuk saat itu saya tidak punya keinginan untuk menahan mata saya yang telah berair untuk mengalir.

Apa yang saya tangisi? Tunggu. Ternyata saya tidak menangisi apapun. Saya terlalu egois untuk menangisi kehilangan yang saya punya. Yang saya lakukan ternyata hanya menangisi diri saya sendiri. Segalanya berakhir pada pertanyaan: Siapa? –tapi tetap menyangkut hidup saya-.

Menanyakan siapa yang akan menemani saya nanti mencari makan malam? Siapa yang akan mendengarkan keluhan keluhan saya tengah malam? Siapa yang akan menemani saya berperilaku gila? Siapa yang mau menanggapi celaan saya dengan canda? Siapa yang akan ikhlas mendengar saya bernyanyi lagu lagu Doel Sumbang dan Nini Carlina? Semuanya tentang saya. Tentang apa yang akan saya lakukan tanpa sahabat saya tercinta. Bagaimana saya bisa bertahan sendirian setelah kehilangan. Sial. Saya baru sadar yang saya ratapi ini segalanya hanya tentang saya dan hal hal yang harus saya lakukan setelah kehilangan. Bagaimana malangnya nasib saya nanti dan bagaimana saya akan kehilangan perasaan perasaan nyaman seperti dulu jika kami melakukan sesuatu bersama sama. Saya masih belum mampu.

Saya menyesal sangat jarang melontarkan kata kata gombal kepadanya dulu. Mengatakan padanya bahwa saya selalu bersyukur memiki sahabat terbaik. Sahabat terbaik yang pernah saya miliki. Mengatakan bahwa saya sangat menyayanginya dengan sangat. Sangat bangga bahwa saya pernah mengenalnya dan dia memberi pengaruh besar dalam memaknai hidup saya. Dan mengatakan kalimat kalimat lakhnat lainnya sebelum segalanya terlambat. Terlambat seperti sekarang.

Pesan kehilangan yang disampaikan lewat kematian seharusnya mendewasakan kita tentang makna bahwa sudah selayaknya kita memanfaatkan waktu yang kita punya untuk saling menyayangi. Kadang kita tidak menyadari betapa sesuatu itu sangat berarti sampai kita kehilangan dia. Selagi kita masih sempet dan berkesempatan menunjukkan kita sayang pada seseorang, lakukanlah. Rendahkan diri. Ungkapkan cinta dan hargai orang lain sebagaimana anda menganggapnya sesuatu yang berharga. Karena mengobral gombal bukan sesuatu yang haram dan bukan hal yang bisa kita kategorikan sebagai hal nista nan hina.

Bejo. Terima kasih. Terima kasih telah mengingatkan saya arti pentingnya sahabat. Pelajaran terakhir yang kau ajarkan ini akan jadi pembelajaran terbaik untuk saya tidak mengulang kesalahan yang sama dikemudian hari. Baik baik kau di rantau. Banyak cinta mengiringi dan saya akhiri pemakaman ini dengan pemberitahuan bahwa: “Telah meninggal dunia, teman, sahabat, kakak, dan guru bagi saya: Bejo Andimursanto (24 september 1985 – 2 agustus 2009) di Bandung, setelah 23 tahun berjuang bertahan dengan kondisi jantung yang lebih lemah dari orang yang lebih beruntung kebanyakan. Meninggalkan banyak kawan dan mewariskan banyak kenangan untuk orang orang yang mencintainya dengan sangat… Sampai bertemu kembali saudaraku. Suatu saat kami pasti akan menyusulmu. Miss you… beib, always, a lot.

I just want you to know, no matter where you go. It doesn’t matter cause you’re still in my heart.

[Qt.]

8 comments:

  1. im really sorry to hear that.. yang tabah ya, beib.. luvyufull.. :*

    --aku sampek mbrebes mili mocone :((

    ReplyDelete
  2. ...
    If you leave me now, youll take away the biggest part of me
    No baby please dont go
    If you leave me now, youll take away the very heart of me
    No baby please dont go....

    --
    Thanks ya neng...
    (T_T)
    lovyuful juga...

    ReplyDelete
  3. duduls...
    -hari ini 40 hari-nya-
    (T_T)

    ReplyDelete
  4. aq juga nangis biz baca ini..

    T__T

    Oh iya, kebetulan aq biz bc novel yg bisa jawab pertanyaanmu "mengapa?"
    aq rasa kmu jg dah menyadari kesedihanmu itu krn kmu cuma liat dr sisi yg ditinggalkannya,,nah utk membantu menjawab pertanyaanmu "mengapa" itu,, skrg coba liat dr sisi Bejo..

    ReplyDelete
  5. iya ditz..
    gw egois ya...?
    duh... yakmana ini...?

    pinjem novelnya deh ya... buat ngegampar dan membangunkan gw dari mimpi buruk ini..

    dah hampir dua bulan..
    dan gw masih merasa dia sedang diculik makhluk asing dan gw disini ketar ketir nunggu kabar permintaan tebusan...

    sigh...
    *take a deep breeeaathhh...

    bener juga neng...
    gw musti liat dari sisi dia... -gak boleh egois lagi kayak gini..

    -thanks ya ditz....

    ReplyDelete
  6. okiiit...
    gw ikutan mewek niiiih... T_T

    bjo... baik2 ya disana!
    :)

    ReplyDelete
  7. tongkiiy...
    -bersandar...
    ----nangis....!!!!

    *hug...*
    lofyufull beib.

    ReplyDelete

About This Kriminal

saya tidak pernah bermaksud untuk menggurui atau mendoktrin siapapun karena saya tidak hobi berperilaku untuk membentuk sebuah kepercayaan baru. saya adalah seorang pembelajar. superhuman. sama sama mencoba mengingatkan bahwa setiap manusia dianugerahi nalar, akal, dan pikiran yang tidak hanya sekedar untuk dijadikan pajangan.

::..

jika saya salah, mohon untuk diingatkan. saya akan mencoba untuk bisa menemukan pemikiran yang sejalan.

::..

banyak banyak terima kasih saya sampaikan untuk anda yang sempat membaca. berani mencela. atau sekedar tertawa. dan saya tutup narasi ini dengan ajakan untuk kita sama sama memberikan banyak warna pada dunia.

  © Blogger template 'Personal Blog' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP